Pasar tradisional di Kota Ternate memiliki fungsi yang jauh lebih luas daripada sekadar tempat transaksi ekonomi. Ia adalah ruang sosial tempat berbagai lapisan masyarakat bertemu, saling berinteraksi, dan mempertahankan tradisi yang telah berlangsung turun-temurun. Di sela hiruk-pikuk tawar-menawar kebutuhan sehari-hari, pasar menyimpan kekayaan budaya yang merefleksikan jati diri masyarakat lokal. Kehidupan di pasar mencerminkan keterhubungan antara aktivitas ekonomi dengan nilai-nilai spiritual, menjadikannya bukan hanya pusat perdagangan, tetapi juga pusat kebudayaan.
Salah satu simbol kuat dari keterjalinan itu adalah kehadiran bunga rampe. Hampir di setiap sudut pasar, dapat ditemui pedagang yang menawarkan rangkaian bunga harum seperti kenanga, mawar, melati, dan cempaka. Bunga rampe tidak semata-mata dijual sebagai komoditas, melainkan memiliki makna mendalam dalam kehidupan masyarakat Ternate. Keharumannya hadir dalam ziarah, upacara adat, hingga momen keagamaan, menjadi jembatan antara dunia material dan spiritual. Kehadiran bunga rampe di pasar menunjukkan bagaimana ruang ekonomi tradisional ini juga berfungsi sebagai penjaga nilai budaya dan identitas kolektif masyarakat.
Apa Itu Bunga Rampe?
Bunga rampe adalah rangkaian bunga yang biasanya terdiri dari kelopak kenanga, mawar, melati, dan cempaka, disusun rapi dalam tampah atau wadah anyaman bambu. Dalam bahasa lokal, rampe merujuk pada campuran bunga yang dipersembahkan dalam berbagai ritual. Keharumannya bukan hanya menyenangkan indra penciuman, tetapi juga dipercaya membawa ketenangan batin serta melambangkan penghormatan.
Peran Bunga Rampe dalam Tradisi
Di Ternate, bunga rampe memiliki peran penting dalam ritual ziarah ke makam keluarga maupun tokoh agama. Tradisi ini semakin intens terlihat pada awal dan akhir bulan Ramadhan, ketika masyarakat berbondong-bondong menziarahi makam leluhur mereka. Taburan bunga bukan sekadar simbol keindahan, tetapi juga ungkapan doa, penghormatan, dan pengingat akan keterhubungan manusia dengan Sang Pencipta serta dengan generasi sebelumnya.
Selain itu, bunga rampe juga kerap hadir dalam upacara adat, seperti pernikahan, syukuran, atau peringatan hari-hari besar Islam. Kehadiran bunga dengan aroma khasnya menjadi bagian integral dari suasana khidmat sekaligus sakral.
Pedagang dan Kehidupan Ekonomi
Fenomena ini memberi ruang ekonomi bagi para pedagang pasar. Para penjual bunga rampe, mayoritas perempuan, dengan telaten menyusun bunga berwarna-warni hingga membentuk tampilan yang indah dan harum. Bagi mereka, Ramadhan adalah momen penting, sebab permintaan bunga rampe meningkat tajam.
Di samping bunga, banyak pedagang juga menjual daun pandan, yang dimanfaatkan sebagai pewangi alami, bahan masakan, hingga bagian dari ritual tertentu. Dengan begitu, pasar bukan hanya wadah transaksi ekonomi, melainkan juga titik pertemuan antara kebutuhan spiritual dan keberlangsungan ekonomi rumah tangga.
Nilai Spiritual dan Identitas Budaya
Lebih dari sekadar barang dagangan, bunga rampe adalah representasi dari identitas budaya masyarakat Ternate. Ia merekatkan hubungan antara generasi, menjaga kesinambungan tradisi, sekaligus memperlihatkan bagaimana masyarakat memaknai spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari.
Bunga rampe mengajarkan bahwa harum bunga bisa menjadi medium komunikasi dengan Yang Maha Kuasa, sekaligus cara menjaga hubungan harmonis dengan leluhur. Tradisi ini membuktikan bahwa spiritualitas tidak selalu hadir di ruang-ruang formal keagamaan, melainkan juga bisa ditemui di sudut-sudut pasar tradisional yang ramai dan penuh warna.
Pasar tradisional Ternate dengan penjual bunga rampe di dalamnya bukan sekadar panorama lokal, melainkan jejak budaya yang sarat makna. Ia menjadi saksi bagaimana masyarakat menjaga warisan spiritual, memadukan antara ekonomi, tradisi, dan religiusitas. Keharuman bunga rampe adalah simbol kesetiaan pada tradisi, sekaligus pengingat bahwa nilai-nilai budaya dapat terus hidup selama masih ada ruang untuk merawatnya.




