Kisah di Balik Tulang
Bagi suku Togutil, hutan bukan sekadar tempat mencari makan, tapi rumah yang penuh makna. Di sana, setiap perburuan babi hutan menjadi cerita yang terus dikenang. Caranya? Dengan menyimpan rahang hewan buruan itu. Deretan rahang yang digantung rapi bukan hanya tulang kering—ia adalah jejak perjalanan hidup yang penuh perjuangan.
Lebih dari Sekadar Hasil Buruan
Setiap rahang menyimpan cerita: peluh yang jatuh di tengah rimba, ketegangan saat membidik, dan rasa lega ketika buruan berhasil didapat. Semakin banyak rahang yang terkumpul, semakin banyak pula kisah yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Di mata mereka, itu bukan sekadar tanda jumlah buruan, melainkan lambang ketekunan dan keberanian.
Simbol Kebersamaan
Di balik kerasnya kehidupan pemburu, ada nilai kebersamaan yang kuat. Rahang-rahang ini bukan hanya milik seorang individu, tapi bagian dari cerita komunitas. Anak-anak tumbuh dengan melihat deretan tulang itu, lalu mendengar kisah para orang tua tentang bagaimana mereka berburu, berjuang, dan menjaga keseimbangan dengan hutan.
Menghormati Alam
Meski terlihat keras, tradisi ini lahir dari rasa hormat pada alam. Suku Togutil tidak berburu sembarangan. Mereka mengambil seperlunya saja, dengan kesadaran bahwa hutan adalah sumber kehidupan yang harus dijaga. Deretan rahang yang mungkin tampak “seram” bagi mata luar, sejatinya adalah pengingat tentang keseimbangan hidup bahwa manusia, hewan, dan hutan saling bergantung satu sama lain.